UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Senin, 02 Agustus 2021

Kisah Dari Orang yang Menyia-nyiakan Kesempatan

Sumber : wallhere.com


Oleh: Latifatuz Zahro

Suatu kebanggaan dapat menjadi bagian dari keluarga Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Bahkan bisa dikatakan sangat istimewa. Dari nama kampusnya sudah jelas apa visi dan misinya. Ya betul, menjadi kampus yang tak terlepas dari nilai-nilai agama Islam. Menjadikan mahasiswa memiliki karakter Ulul Albab atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya "orang yang mempunyai akal". 

Saya akan bercerita mengenai kisah hidup yang berkelok-kelok seperti jalan di area pegunungan, meskipun sebenarnya tidak sedramatis itu juga, hingga saya dapat menempuh pendidikan di UIN Malang. Saya lahir dan dibesarkan di daerah yang bernama Bumi Arema  alias Malang. Daerah yang memiliki segudang julukan lainnya yang apabila dihitung dengan jari perlu meminjam jari orang lain juga. Tapi jangan slah sangka saya bertempat bukan di kota tapi di kabupaten Malang tepatnya di desa Kalipare. 

Secara geografis Kalipare berbatasan dengan Blitar tapi yang bagian selatan, bahkan tak jarang juga ketika saya memperkenalkan kalipare dianggapnya Pare, Kediri. Sektor yang terkenal dari Kalipare adalah hasil pertaniannya terutama tebu, singkong, padi. Akses menuju desa Kalipare dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, hanya saja jika pulang pada malam hari terkesan horor karena kanan kiri jalan masih berupa hutan. Singkatnya saya adalah anak desa.  Pasti kalian tahu saya yang hanya anak desa yang bisa makan cukup setiap hari saja sudah Alhamdulillah. Jika melanjutkan pendidikan lanjutan pasti akan sulit untuk dilakukan karena biaya kuliah itu mahal. Belum UKT (Uang Kuliah Tunggal), biaya kos, biaya makan, beli buku, dan hal pendukung lainnya. Jadi saya mengikuti seleksi penerimaan yang menyediakan beasiswa. 

Saya sebenarnya tidak pernah bermimpi akan berkuliah di UIN bahkan terbesit pun, tidak. Selama masa mejadi siswa impiannya saya adalah berkuliah di Universitas Negeri Malang (UM) mengambil jurusan yang berbau sains. Saat mengikuti  seleksi di universitas negeri melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, SNMPN karena kursi beasiswa bidikmisi lebih banyak. Dan dari seleksi tersebut hasilnya saya tidak lolos. Saya memutuskan untuk mendaftar di kampus swasta. Keinginan untuk harus kuliah di UM saya kubur dalam-dalam. Dalam fase tersebut keinginan saya hanya satu 'saya ingin kuliah'. Saya juga mendaftar di kampus swasta dan mendaftar beberapa beasiswa. Ada satu kampus yang menerima saya, namun saya tidak tertarik dengan jurusan yang saya ambil yakni, matematika di kampus tersebut sehingga saya tolak. Saya ini memang pecundang alasan penolakan saya adalah saya takut saat saya ambil saya akan jatuh dan tidak bisa untuk bangkit dalam artian tidak mampu menyelesaikan kuliah dan alasan kedua karena itu bukan kampus negeri misalkan saya terima saya takut saat saya tidak bisa bangkit akhirnya akan membebani orang tua saya.

Setelah kejadian yang penuh dengan air mata, hati yang sesak, kepala yang pening atas penolakan yang datang silih berganti padahal sudah berusaha sebaik mungkin. Dan menanyakan bahkan menyalahkan kehendak takdir kenapa teman saya yang nilai raportnya lebih rendah dari saya dapat diterima, yang belajarnya lebih keras saya, diterima, yang keluarganya lebih mampu dari keluarga saya dapat diterima di kampus yang bagus dan mendapat beasiswa pula. Tapi saya meyakinkan diri bahwa itu memang bukan rezeki saya. Akhirnya saya memutuskan untuk gap year (menunda kuliah).

Selama periode gap year saya kerja, meninggalkan tanah kelahiran saya. Terbang menuju pulau Nusa Tenggara tepatnya di Atambua, Nusa Tenggara Timur. Untuk pertama kalinya saya pergi jauh dari orang tua, jauh dari Malang, jauh dari orang-orang yang saya kenal. Saya bekerja di  cabang toko  kacamata yang pusatnya sebenarnya di Malang hanya saja memang untuk 'anak baru' harus merasakan luar Jawa. Di tempat baru tersebut saya merasakan atmosfer yang berbeda. Dari mulai orangnya, kebudayaannya, cara bicara, bahasa yang digunakan, dan jangan lupakan harga sayuran yang bagiku mahal. Tapi dimana pun berada pasti akan tetap bertemu orang jawa sehingga saya dapat beradaptasi dan mendapatkan teman baru di sana. Di waktu luang saya belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti seleksi penerimaan kampus tahun depan. 

Hari pun berganti bulan dan pendaftaran seleksi masuk kampus pun kembali dibuka. Saya keluar dari pekerjaan saya yang sebenarnya kontraknya masih satu tahun lagi. Jadi saya melanggar kontrak, konsekuensi saya harus membayar denda yang setara dengan gaji saya dua bulan. Namun tak apa demi mimpi, uang dapat dicari lagi tapi kesempatan tidak selalu dimiliki. Untuk selanjutnya saya berjuang diantara tumpukan kertas mencari informasi melalui sosial media untuk mendapatkan teman seperjuangan dan informasi pendaftaran kampus. Saya menemukan informasi tentang bimbel gratis yang disebut "Santriversitas" harapan saya semakin besar, namun karena pandemi covid-19 menyerang. Program dibatalkan dan diganti dengan pelaksanaan secara online dengan sistem hanya beberapa kali pertemuan selama satu bulan. Dan saya akui itu tidak berdampak besar bagi saya. Namun poin plusnya saya mendapatkan teman-teman baru yang mau berbagi pengetahuan dengan saya.

Fase gap year lah baru berkeinginan untuk mengikuti seleksi di UIN melalui jalur UMPTKIN disamping juga mendaftar SBMPTN. Karena pandemi sistem ujian juga dirubah terutama ujian UMPTKIN. Ujian dilakukan melalui aplikasi dimana hasil kelulusan selain bergantung pada otak cerdas yang dimiliki individu masing-masing juga bergantung pada jaringan internet yang harus bersahabat. Ujian pun selesai, saya tidak berharap banyak untuk diterima di UIN karena ujiannya mencakup kemampuan keislaman terutama Bahasa Arab saya tidak bisa. Karena pendidikan saya adalah S3 (SD, SMP, SMA)  bukan M3 (MI, MTs, MA) ataupun campuran keduanya dan tanpa background pendidikan pondok pesantren.

Skenario Allah begitu indah, nilai UTBK ( tes untuk seleksi SBMPTN) saya tidak mampu menembus jurusan yang saya pilih di seleksi SBMPTN. Dan tes UMPTKIN yang saya anggap tidak mungkin diterima. Alhamdulillah membuahkan hasil. Akhirnya saya menjadi bagian dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang di prodi Pendidikan Agama Islam. Doakan saya untuk lulus tepat waktu dan ilmu saya bermanfaat. Dan untuk kalian Jazakallahu khoiron Katsir.

Dari kisah saya ada beberapa yang bisa dijadikan pembelajaran. kalau saya menyimpulkan dan ini pesan juga untuk diri saya sendiri. Tentukan target dalam hidup dan cara-cara untuk mencapainya. Jangan jadi pecundang kita tidak tahu masa depan tugas kita hanya memastikan untuk melakukan yang terbaik, tidak akan diketahui batas kemampuan kita jika tidak mengambil resiko karena hidup adalah pengorbanan. Dan  untuk mendapatkan sesuatu pasti ada yang perlu dikorbankan. Apapun fase dalam hidup kita nikmati, syukuri, dan berdoa karena sejauh apapun jalan yang ditempuh, seterjal apapun, sesulit apapun Allahlah tempat kita berpulang.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

recent

Recent Posts

Total Pengunjung

Kritik dn Saran

Nama

Email *

Pesan *